Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada
dasarnya tidak lepas dari ikhtiar seorang hamba, yang dilakukan dalam
bentuk doa kepada Allah swt melalui amalan
itu. Jadi sebenarnya, membaca hizib
dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada
Allah swt. Dan Allah sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya.
Allah swt, berfirman :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu".(Q.S. 40 Al-Mu’min 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi saw yang
menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيٰى قَالَ قَرَأْتُ عَلىٰ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ
r كَانَ إِذَا اشْتَكٰى يَقْرَأُ عَلىٰ نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ
أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَنْهُ
بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا.
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibn Syihab dari Urwah dari Aisyah rda bahwasanya
Rasulullah saw apabila sakit, beliau membaca mu’awidzati (surat Al-Falaq dan Al-Nas)
untuk diri beliau dan meniupkan air liur/ ludah beliau. Tetapi apabila sakitnya
keras, maka sayalah yang membacakannya dan saya usapkan pada tangan beliau
dengan mengharapkan berkahnya mu’awidzati itu. (H.R. Bukhari no. 5016 dan Muslim no. 5844).
Dikatakan oleh Al-hafidh Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman
Assuyuthiy menanggapi
hadits di atas bahwa Rasul saw membaca mu’awwidzatain
lalu meniupkannya ke kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke sekujur
tubuh yang dapat disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dengan nafas dan air liur yang telah dilewati bacaan
Al-Qur’an, sebagaimana tulisan dzikir-dzikir yang ditulis dibejana
(untuk obat). (Al-Jami’usshaghiir Imam Assuyuthiy Juz 1 hal 84 hadits no.104)
Tidak hanya ludah dari bibir Rasulullah saw yang yang
dapat menyembuhkan
penyakit, tapi ludah dari bibir para sahabat beliau pun yang telah dilewati ayat-ayat Al-Qur’an mampu menyembuhkan penyakit,
tentunya itu semua atas idzin Allah., sebagai
mana hadits shahih di bawah ini :
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ
حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّـلِ
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ t أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ r
أَتَوْا عَلىٰ حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ
الْعَرَبِ فَلَمْ يَقْرُوْهُمْ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذٰلِكَ إِذْ لُدِغَ سَيِّدُ
أُولَئِكَ فَقَالُوْا هَلْ مَعَكُمْ مِنْ دَوَاءٍ أَوْ رَاقٍ فَقَالُوا إِنَّكُمْ
لَمْ تَقْرُوْنَا وَلَا نَفْعَلُ حَتّٰى تَجْعَلُوْا لَنَا
جُعْلًا فَجَعَلُوْا لَهُمْ قَطِيْعًا مِنَ الشَّاءِ فَجَعَلَ يَقْرَأُ بِأُمِّ
الْقُرْآنِ وَيَجْمَعُ بُزَاقَهُ وَيَتْفِلُ فَبَرَأَ فَأَتَوْا بِالشَّاءِ
فَقَالُوْا لَانَأْخُذُهُ حَتّٰى نَسْأَلَ النَّبِيَّ r
فَسَأَلُوْهُ فَضَحِكَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ خُذُوْهَا
وَاضْرِبُوْا لِيْ بِسَهْمٍ
Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dari Abu Bisyr dari Abu Al-Mutawakkil dari Abu Sa'id Al-Khudri ra bahwa
beberapa orang sahabat Nabi saw mengadakan suatu perjalanan, ketika mereka melewati
salah satu perkampungan dari perkampungan Arab, orang-orang kampung tersebut
tidak menerima mereka, ketika sikap mereka masih seperti itu seorang pemimpin
mereka terkena sengatan kalajengking, lalu mereka pun berkata; "Apakah
diantara kalian ada yang mempunyai obat, atau seorang yang bisa meruqyah?"
lalu para sahabat Nabi pun berkata;
"Sesungguhnya kalian tidak mau menerima kami, maka kamipun tidak
akan melakukannya sehingga kalian memberikan imbalan kepada kami,
"akhirnya mereka pun berjanji akan memberikan beberapa ekor kambing."Lalu
seorang sahabat Nabi membaca Ummul Qur`an dan mengumpulkan ludahnya seraya
meludahkan kepadanya hingga laki-laki itu
sembuh, kemudian orang-orang
kampung itu memberikan kepada para
sahabat Nabi beberapa ekor kambing." Namun para sahabat Nabi berkata; "Kita tidak akan mengambilnya
hingga kita bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal ini, "Lalu
mereka bertanya kepada Nabi saw tentang pemberian itu hingga membuat beliau
tertawa. Beliau bersabda: "Tidak tahukah kamu bahwa itu ruqyah, ambillah
pemberian tersebut dan berilah bagiannya untukku." (H.R. Bukhari no.5736 dan 5749)
Dalam kitab-kitab tafsir klasik, dikataka bahwa tanpa
air semua akan mati kehausan. Tetapi di
Jepang, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama Jepang, dengan
tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di
Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5 derajat Celcius
di laboratorium, lantas difoto dengan
mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi. Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang
indah. Percobaan diulangi dengan
membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk
sangat indah. Lalu dicoba dengan
menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk dengan
keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal
berbentuk buruk. Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal
diperdengarkan, kristal hancur.
Ketika
500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal
air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba
dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul
berkilauan. Subhanallah…..!!!
kesimpulannya bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi
orang yang didekatnya,
apakah berupa tulisan dan perkataan. Keajaiban alamiah yang baru diketahui masa
kini, sedangkan Rasul saw dan para sahabat telah memahaminya, mereka
bertabarruk dengan air yang menyentuh tubuh Rasul saw, mereka bertabarruk
dengan air doa yang didoakan oleh Rasul saw, maka hanya mereka-mereka kaum
muslimin yang rendah pemahamannya dalam syariah inilah yang masih terus menentangnya padahal telah dibuktikan secara
dalil shahih dan pula pembuktian ilmiah pada saat ini.
حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا
ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمٰنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيْهِ
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِيْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
فَقُلْنَا يَارَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرٰى
فِي ذٰلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا
بَأْسَ بِالرُّقٰى
مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Telah menceritakan kepadaku Abu Ath-Thahir; Telah
mengabarkan kepada kami Ibnu
Wahb; Telah mengabarkan kepadaku Mu'awiyah bin Shalih dari 'Abdur Rahman bin
Jubair dari bapaknya dari 'Auf bin Malik Al-Asyja'i dia berkata; "Kami
biasa membuat azimat (melakukan mantera dan semacamnya) pada masa jahiliyah.
Lalu kami bertanya kepada Rasulullah saw : Ya Rasulullah! bagaimana pendapat
Anda tentang hal itu? Jawab beliau: Coba
tunjukkanlah azimatmu itu padaku. Membuat
azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung
kemusyrikan. (H.R. Muslim no. 5862)
حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْعَمِّيُّ
حَدَّثَنَا أَبُوْ عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي أَبُو
الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُوْلُ رَخَّصَ
النَّبِيُّ r
لِآلِ حَزْمٍ فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ وَقَالَ لِأَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ مَا لِيْ
أَرٰى أَجْسَامَ بَنِيْ أَخِيْ ضَارِعَةً تُصِيْبُهُمُ الْحَاجَةُ قَالَتْ لَا
وَلٰكِنِ الْعَيْنُ تُسْرِعُ إِلَيْهِمْ قَالَ ارْقِيْهِمْ قَالَتْ
فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ ارْقِيْهِمْ
Telah
menceritakan kepadaku 'Uqbah bin Mukram Al-'Ammi; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Juraij dia
berkata; Dan telah mengabarkan kepadaku Abu Az-Zubair bahwa dia mendengar
Jubair bin Abdullah berkata; "Nabi saw membolehkan keluarga Hazm
meruqyah (memantrai) bekas gigitan ular." Dan beliau bertanya kepada
'Asma binti 'Umais: 'Kelihatannya tubuh anak saudaraku ini kurus kering. Apakah
mereka kurang makan? 'Jawab Asma'; 'Tidak! Mereka terkena penyakit pengaruh pandangan mata.' Beliau saw bersabda:
'Ruqyahlah (mantrailah) mereka! 'Lalu kuminta agar
beliau sudi meruqyah mereka. Tetapi beliau tetap
mengatakan: 'Ruqyahlah (mantrailah) mereka.' (H.R. Muslim no. 5855)
Dalam Al-Thibb Al-Nabawi,
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Al-Dzahabi menyitir sebuah
hadits :
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r قَالَ : إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ
مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَقُلْ : أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ
وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ
يَحْضُرُوْنِ، فَإِنَّهَا لاَيَضُرُّهُ. وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ يُعَلِّمُهَا مَنْ بَلَغَ مِنْ وَلَدِهِ
وَمَنْ لَمْ يَبْلُغْ كَتَبَهَا فِى صَكٍّ، ثُمَّ عَلَقَهَا فِى عُنُقِهِ.
(الطب النبوي 167)
“Dari
Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Apabila salah satu
diantara kalian bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku
berlindung dengan kalimat-kalimat Allah swt yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang
dilakukan hamba-Nya, dan dari godaan syetan
serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak dapat
membahayakan orang tersebut. Dan Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut
kepada anak-anaknya yang baligh. Sedangkan
yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya”. (At-Thibb Al-Nabawi
halaman 167).
Syekh
Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani dalam kitabnya Abwab Al-Fajar halaman 45 sebagai berikut :
قَالَ ابْنُ الْحَاجِّ : لَابَأْسَ بِالتَّدَاوِيْ بِالنُّشْرَةِ تُكْتَبُ فِى
وَرَقِ أَوْ إِنَاءٍ نَظِيْفٍ سُوَرٌ مِنَ اْلقُرْآنِ أَوْ أَيَاتٌ وَيَشْرَبُ
بِهَا الْمَرِيْضُ فَيَجِدُ الْعَافِيَةُ بِإِذْنِ اللهِ. (أبواب الفرج 45)
“Ibn Al-Hajj berkata: Tidak apa-apa berobat menggunakan lembaran
yang ditulis surat
atau ayat Al-Qur’an, lalu dicelupkan ke dalam air yang bersih. Kemudian
diminumkan kepada orang sakit, dengan idzin Allah swt, si sakit tersebut
menjadi sembuh”. (Abwab Al-Faraj halaman 45)
Imam Ahmad
dan lainnya menyatakan tidak mengapa menulis Al-Qur’an untuk orang yang kena
musibah atau lainnya termasuk sakit dengan
materi (media/bahan) yang dibolehkan lalu membasuh dan meminumnya. Tidak
boleh menulisnya dengan selain Al-Qur’an seperti tulisan-tulisan yang tidak dimengerti artinya dari bahasa-bahasa
berbagai ajaran yang berbeda-beda, karena mengandung di dalamnya
kekafiran. Materi (media)
nya tidak boleh berupa darah dan semacamnya yang termasuk najis karena haram bahkan kafir. Tidak boleh juga
semisal membolak-balikkan huruf Al-Qur’an. (Kitab Khozinatul Asror halaman 67
dan Tafsir Ruuhul Bayan pada akhir Surat Al-Ahqof)
Sekumpulan
ulama Salaf berpendapat: “boleh menulis beberapa ayat Al-Qur’an untuk
penyakit ‘Ain (mata jahat) kemudian meminum air basuhan tulisan tersebut”.
Berkata Imam Mujahid, “Tidak apa-apa
menulis Al-Qur’an dan membasuhnya dan meminumkannya kepada
orang sakit”. Dan seperti itu juga diriwayatkan dari Abi
Qilabah. Dan disebutkan riwayat dari
Ibnu Abbas bahwa beliau menyuruh menulis dua ayat Al-Qur’an untuk wanita
yang sulit melahirkan, lalu membasuhnya dan meminumnya. Dan berkata Ayub, “Aku
pernah melihat Abu Qilabah menulis tulisan sebagian dari Al-Qur’an
lalu membasuhnya dengan air dan meminumkannya kepada seseorang laki-laki yang punya penyakit” (At-Thibb
Al-Nabawi halaman 133)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata, “Ketika Rasulullah saw shalat, ketika sujud beliau disengat oleh kalajengking pada jari-jarinya. Maka berpalinglah Rasulullah saw dan beliau berkata, “Semoga Allah melaknati kalajengking itu, selama kau tinggalkan Nabi dan selainnya”. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kemudian Nabi meminta bejana yang isinya air dan garam. Lalu beliau memulai meletakkan air dan garamnya tersebut ke tempat luka sengatan tadi dan beliau membaca Qul Huwallaahu Ahad dan Al Mu’awwidzatain (Al Falaq dan An-Nas) sehingga luka sengatan tadi menjadi tenang“ (Kitab Ath Thibbun Nabawi halaman 141)
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat
dibenarkan dalam agama Islam. Memang
ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman menggunakan
azimat, misalnya :
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ r يَقُوْلُ إِنَّ الرُّقَى
وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَالَةَ شِرْكٌ
“Dari
Abdullah ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, (yang
digunakan untuk kejahatan) adalah perbuatan syirik”. (H.R. Abu Dawud)
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ
أَشْرَكَ
“Dari Uqbah bin Amir, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menggantungkan
azimat di lehernya, maka sungguh orang itu telah berbuat syirik”. ( H.R. Ahmad)
Mengomentari
hadits di atas, Ibn Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para
ulama yang lain mengatakan :
قَالَ ابْنُ حَجَرٍ كَغَيْرِهِ مَحَلُّ مَاذُكِرَ فِى هٰذَا الْخَبَرِ وَمَا قَبْلَهُ تَعْلِيْقُ مَالَيْسَ فِيْهِ قُرْآنٌ وَنَحْوُهُ
أَمَّا مَا فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَلاَ نَهْيَ عَنْهُ فَإِنَّهُ إِنَّمَا جُعِلَ لِلتَّبَرُّكِ
وَالتَّعَوُّذُ بِأَسْمَائِهِ وَذِكْرِهِ. (فيض القدير 181)
“Ibnu
Hajar dan ulama lainnya mengatakan : Keharaman yang terdapat dalam hadits ini, atau hadits yang lain, adalah
apabila yang digantungkan itu tidak
mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu
berupa dzikir kepada Allah swt, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu
digunakan untuk mengambil berkah serta minta perlindungan dengan nama Allah swt
atau dzikir kepada-Nya”. (Faidh
Al-Qadir halaman 181).
Inilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan
amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam
Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah membuat azimat.
قَالَ الْمَرُّوْذِي شَكَتْ إِمْرَأَةٌ إِلٰى أَبِي عَبْدِ اللهِ (أَحْمَدْ
بِنْ حَنْبَلْ) أَنَّهَا مُسْتَوْحِشَةٌ فِى بَيْتِهَا وَحْدَهَا فَكَتَبَ لَهَا بِخَطِّهِ
بِسْمِ اللهِ وَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ، وَقَالَ كَتَبَ أَبُوْ
عَبْدِ اللهِ مِنَ الْحُمَّى بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، بِسْمِ اللهِ وَبِاللهِ وَمُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ (يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلٰى إِبْرَاهِيْمَ،
وَأَرَادُوْا بِهِ كَيْداً فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِيْنَ.(الأنبياء 69-70). اللهم رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِلَ وَإِسْرَفِيْلَ إِشْفِ صَاحِبَ هٰذَا الْكِتَابِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ إِلٰهِ الْحَقِّ آمِيْنَ. وَقَالَ أَبُوْ دَاوُدَ رَأَيْتُ عَلَى ابْنٍ لِأَبِي عَبْدِ اللهِ وَهُوَ صَغِيْرُ تَمِيْمَةً فِى رَقَبَتِهِ فِى أَدِيْمٍ. وَكَانَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْنِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ يَكْتُبُ عَلٰى جَبْهَةِ الرَّافِعِ (وَقِيْلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِيْ مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الأَمْرُ. هود : 44). (الآداب الشرعية والمنح المرعية، ج 2, ص 307)
وَأَرَادُوْا بِهِ كَيْداً فَجَعَلْنَاهُمُ الْأَخْسَرِيْنَ.(الأنبياء 69-70). اللهم رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِلَ وَإِسْرَفِيْلَ إِشْفِ صَاحِبَ هٰذَا الْكِتَابِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ إِلٰهِ الْحَقِّ آمِيْنَ. وَقَالَ أَبُوْ دَاوُدَ رَأَيْتُ عَلَى ابْنٍ لِأَبِي عَبْدِ اللهِ وَهُوَ صَغِيْرُ تَمِيْمَةً فِى رَقَبَتِهِ فِى أَدِيْمٍ. وَكَانَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْنِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ يَكْتُبُ عَلٰى جَبْهَةِ الرَّافِعِ (وَقِيْلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِيْ مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الأَمْرُ. هود : 44). (الآداب الشرعية والمنح المرعية، ج 2, ص 307)
“Al-Marrudzi berkata: Seorang
perempuan mengadu kepada Abu
Abdillah (Ahmad bin Hambal) bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di
rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hambal menulis dengan tangannya sendiri, بِسْمِ اللهِ وَفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ (Al-Falaq dan Al-Nas). Al-Marrudzi juga
menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، بِسْمِ اللهِ
وَبِاللهِ وَمُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ (يَا
نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلٰى إِبْرَاهِيمَ،وَأَرَادُوابِهِ كَيْداً فَجَعَلْنَاهُمُ
الْأَخْسَرِينَ. الأنبياء 69-70). اللهم رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِلَ
وَإِسْرَفِيْلَ إِشْفِ صَاحِبَ هٰذَا
الْكِتَابِ بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ إِلٰهِ الْحَقِّ آمِيْنَ. Abu Dawud
menceritakan : Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abu
Abdillah (Ahmad bin Hambal) yang masih kecil. Syekh Taqiyyuddin Ibn Taimiyah rh
menulis وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي
وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الأَمْرُ di
dahinya orang yang mimisan (keluar darah dari hidungnya). (Al-Adab Al-Syar’iyyah wa Al-Mar’iyyah juz 2 halaman
307).
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat
dibenarkan, setidaknya ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan,
sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani :
وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلىٰ جَوَازِ الرُّقٰى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلاَثَةِ شُرُوْطٍ. (1) أَنْ تَكُوْنَ بِكَلاَمِ اللهِ
تَعَالَى أَوْ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ أَوْ كَلاَمِ رَسُوْلِ اللهِ r . (2) أَنْ تَكُوْنَ بِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ
أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ. (3) أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ الرُّقْبَةَ
لاَ تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِقُدْرَةِ اللهِ تَعَالَى وَالرُّقْيَةُ إِنَّمَا
هِيَ سَبَبٌ مِنَ اْلأَسْبَابِ. (العلاج بالرقى من الكتاب والسنة 72-73)
“Ulama sepakat bahwa menggunakan doa-doa, hizib dan azimat itu
diperbolehkan asal memenuhi tiga
syarat. (Pertama) Harus menggunakan Kalam Allah swt, sifat Allah swt, Asma
Allah swt ataupun sabda Rasulullah saw. (Kedua) Menggunakan bahasa Arab ataupun
bahasa lain yang dapat dipahami maknanya. (Ketiga) Tertanam keyakinan bahwa
ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat
terwujud) hanya karena takdir Allah swt, sedangkan doa dan azimat itu hanya
sebagai salah satu sebab saja”. (Al-‘Illaj
bi Al-Ruqa min Al-Kitab wa Al-Sunnah halaman 82-83)
Hati-hati Buku
berjudul KESAKSIAN RAJA JIN (Abu aqila) menyesatkan. Karena menghina imam Bukhari dan imam Muslim dengan
perkataan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebelum
mereka bertobat” Semoga pengarang buku tersebut yang merupakan buku best
seller segera bertaubat dari tuduhannya dan kesombongannya seolah-olah dirinya
lebih ‘alim dari imam Bukhori dan imam Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar