Jumat, 24 Juli 2015

syekh ibnu taimiyah dan tahlilan




Syaikhul Islam Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) adalah ulama sekaligus imam besar yang diagung-agungkan oleh orang-orang yang tidak menyukai tahlilan, kenyataannya dalam kitab beliau (Majmu’ Fatawa) juz 22 halaman 519 – 520 beliau mengatakan :
وَسُئِلَ عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ... فَأَجَابَ الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللَّهِ وَاسْتِمْتَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءُ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ إنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمٍ يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفِي النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرِ ذَلِكَ فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ r وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا
“Syaikh Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan Al-Qur’an, lalu mendo’akan kaum muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaabillaah) dan shalawat kepada Nabi saw.?” Lalu Ibnu Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir kepada Allah, mendengarkan Al-Qur’an dan berdo’a adalah amal shaleh, termasuk qurbah (pendekatan diri) dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam shahih Bukhari, Nabi saw, bersabda: “Sesungguh nya Allah memiliki banyak malaikat yang selalu bepergian dimuka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir atau berdo’a, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah saw, dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang”.
Masih dalam kitab Majmu’ Fatawa juz 24 halaman 298 disebutkan:
وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ عَلَى الْقَبْرِ فَكَرِهَهَا أَبُو حَنِيفَةَ وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ فِي إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ يَكْرَهُهَا فِي الْأُخْرَى وَإِنَّمَا رُخِّصَ فِيهَا لِأَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَوْصَى أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ بِفَوَاتِحِ الْبَقَرَةِ وَخَوَاتِيمِهَا وَرُوِيَ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ قِرَاءَةُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فَالْقِرَاءَةُ عِنْدَ الدَّفْنِ مَأْثُورَةٌ فِي الْجُمْلَةِ وَأَمَّا بَعْدَ ذَلِكَ فَلَمْ يُنْقَلْ فِيهِ أَثَرٌ
“Adapun bacaan di atas kuburan itu dimakruhkan oleh Abu Hanifah, Malik, dan dalam salah satu riwayat Ahmad, sementara dalam riwayat beliau lainnya tidak memakruhkannya, ia mengizinkannya kerena telah sampai kepadanya hadis Ibnu Umar bahwa ia berwasiat agar dibacakan pembukaan dan penutup surah Al-Baqarah di atas kuburannya. Dan telah diriwayatkan dari sebagian sahabat agar dibacakan surah Al-Baqarah di atas kuburan mereka. Adapun bacaan ketika dikuburkan, maka ia telah diriwayatkan, dan adapun setelahnya tidak ada riwayat tentangnya”.
Dan dalam juz 24 halaman 314 - 315 beliau berkata:
فَأَجَابَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَمَّا الصَّدَقَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَإِنَّهُ يُنْتَفَعُ بِهَا بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَقَدْ وَرَدَتْ بِذَلِكَ عَنْ النَّبِيِّ r أَحَادِيثُ صَحِيحَةٌ مِثْلُ قَوْلِ سَعْدٍ يَا رَسُولَ اللهِ إنَّ أُمِّي اُفْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأُرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ يَنْفَعُهَا أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهَا فَقَالَ نَعَمْ وَكَذَلِكَ يَنْفَعُهُ الْحَجُّ عَنْهُ وَالْأُضْحِيَّةُ عَنْهُ وَالْعِتْقُ عَنْهُ وَالدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُ بِلَا نِزَاعٍ بَيْنَ الْأَئِمَّةِ
“Beliau menjawab : Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Adapun sedekah untuk mayat, maka ia bisa mengambil manfa’at berdasarkan kesepakatan umat islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi saw, seperti kata Sa’ad “Ya Rasul Allah, sesungguhnya ibuku wafat, dan aku berpendapat jika ia masih dapat berbicara pasti ingin bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya ?” maka beliau menjawab “Ya”, Begitu juga bermanfaat bagi mayat : Haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam.
Dan lebih spesifik lagi beliau menjelaskan dalam hal sampainya hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan Al-Qur’an kepada mayat pada juz 24 halaman 322 sebagai berikut ini :
فَإِذَا أُهْدِيَ لِمَيِّتٍ ثَوَابُ صِيَامٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ قِرَاءَةٍ جَازَ ذَلِكَ
“jika saja dihadiahkan kepada mayat pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (Al-Qur’an/kalimah thayyibah) maka hukumnya diper-bolehkan”.
Masih dalah kitab Majmu’ Fatawa pada juz 24 halaman 324 beliau berkata :
 َسُئِلَ عَنْ قِرَاءَةِ أَهْلِ الْمَيِّتِ تَصِلُ إلَيْهِ وَالتَّسْبِيحُ وَالتَّحْمِيدُ وَالتَّهْلِيلُ وَالتَّكْبِيرُ إذَا أَهْدَاهُ إلَى الْمَيِّتِ يَصِلُ إلَيْهِ ثَوَابُهَا أَمْ لَا فَأَجَابَ يَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ قِرَاءَةُ أَهْلِهِ وَتَسْبِيحُهُمْ وَتَكْبِيرُهُمْ وَسَائِرُ ذِكْرِهِمْ للهِ تَعَالَى إذَا أَهْدَوْهُ إلَى الْمَيِّتِ وَصَلَ إلَيْهِ واللهُ أَعْلَمُ
 “Dan beliau ditanya tentang bacaan ahlul bait : Sampai kepadanya? Tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila pahalanya dihadiahkan kepada mayat sampai atau tidak? Maka beliau menjawab : Bacaan tasbih, takbir dan dzikir-dzikir kepada Allah lainnya apabila pahalanya dihadiahkan kepada si mayat, niscaya sampailah pahala kepadanya. Allah lebih mengetahui.
Masih dalam juz 24 halaman 366, syekh Ibnu Taymiyah berfatwa:
أَمَّا الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ وَغَيْرُهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ كَمَا يَصِلُ إلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ صَلَاةَ الْجِنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ وَتَنَازَعُوا فِي وُصُولِ الْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ كَالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْقِرَاءَةِ وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيعَ يَصِلُ إلَيْهِ فَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ وَثَبَتَ أَيْضًا أَنَّهُ أَمَرَ امْرَأَةً مَاتَتْ أُمُّهَا وَعَلَيْهَا صَوْمٌ أَنْ تَصُومَ عَنْ أُمِّهَا
“Dan adapun bacaan dan sedekah dan amal-amal kebajikan lainnya tidak diperselisihkan di antara ulama Ahlusunnah wal Jamaah bahwa akan sampai pahala amal-amal ibadah maliah (harta) seperti sedekah dan memerdekakan budak, sebagaimana sampai juga pahala do’a dan istighfar, shalat jenazah dan mendo’akannya di atas kuburan. Para ulama itu berselisih dalam masalah sampainya pahala amal-amal badaniah seperti puasa, shalat dan bacaaan Al-Quran. Pendapat yang benar adalah semua pahala amal-amal itu akan sampai. Telah tetap dalam Shahihain (Bukhari & Muslim) dari Nabi saw, : Barang siapa mati dan ia ada tanggungan puasa maka keluarganya berpuasa untuknya. Dalam hadis lain, Bahwa Nabi memerintah seorang perempuan yang ditinggal mati ibunya sementara ia mempunyai tanggungan puasa agar si anak itu berpuasa untuk ibunya”.
Sebenarnya masih banyak fatwa-fatwa syekh Ibnu Taymiyah yang memperbolehkan bahkan mendukung sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Tetapi kenapa para pengikutnya masih saja membenci dan memusuhi serta menganggap tahlilan dan sejenisnya itu haram. Semoga Allah memberi petunjuk kepada mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar