Minggu, 23 Agustus 2015

Arti dari kata berkah, barakah, diberkahi




Berkah atau barakah merupakan sebuah kata yang penuh makna. Dari zaman ke zaman, umat Islam berlomba-lomba untuk mencari keberkahan tersebut di dalam setiap segi kehidupannya. Ada yang mengharapkan keberkahan rezki, keberkahan umur, keberkahan ilmu, keberkahan tempat dan lain sebagainya.

ARTI BERKAH / BARAKAH

            Menurut imam Syamsuddin Al-Sakhawi, berkah adalah :
اَلْمُرَادُ بِالْبَرَكَةِ النُّمُوُّ وَالزِّيَادَةِ مِنَ الْخَيْرِ وَالْكَرَامَةِ. (القول البديع فى الصلاة على الحبيب الشفيع، 91)
“Yang dimaksud dengan berkah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan”. (Al-Qawl Al-Badi’ fi Al-Shalah ‘ala Al-Habib Al-Syafi’ halaman 91)

            Dalam tafsir Khazin disebutkan :
ثُبُوْتُ الْخَيْرِ الْإِلٰهِى فِى الشَّيْءِ
Adanya suatu kebaikan Tuhan yang diletakkan pada sesuatu” (Tafsir Khazin juz 2 halaman 218).

            Kebaikan Allah diletakkan pada sesuatu. Ada yang diletakkan pada diri Nabi, cangkir Nabi, baju Nabi, pada diri ulama, orang-orang shaleh, pada ayat-ayat suci Al-Qur’an, seperti pada surat Yasin, surat Kahfi, surat Al-Ikhlash, ayat kursi dan lain sebagainya. Dan juga dapat diletakkan pada benda seperti Hajar Aswad, mimbar Nabi, baju Nabi dan lain sebagainya. Lalu pada tempat, seperti maqam Ibrahim, hijir Isma’il dan lainnya.

            Pendeknya kebaikan Allah, rahmat Allah itu banyak sekali, melimpah ruah dan diletakkan-Nya pada sesuatu yang dikasihi-Nya.

            Dalam Al-Qur’an, penggunaan kata berkah sering kita jumpai. Pemberian berkah hanya berasal, milik dan hak priogresif Allah swt semata. Oleh karenanya, kita jumpai ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah swt memberi berkah kepada mahluk-mahluk-Nya. Di antara ayat-ayat yang mengandung kata-kata berkah adalah :

قِيْلَ يَا نُوْحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلٰى أُمَمٍ مِّمَّنْ مَّعَكَ ......
Difirmankan: "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu ….. ." (Q.S. 11 Huud 48)

فَلَمَّا جَاءَهَا نُوْدِيَ أَنْ بُوْرِكَ مَنْ فِي النَّارِ وَمَنْ حَوْلَهَا ......
Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya ……. ".(Q.S. 27 An Naml 8)
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰى إِسْحَاقَ ......
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishak. ….. (Q.S. 37 Ash Shaaffaat 113)
وَجَعَلَنِيْ مُبَارَكاً أَيْنَ مَا كُنْتُ ......
dan Dia menjadikan aku (Isa) seorang yang diberkati di mana saja aku berada,  ….. (Q.S. 19 Maryam 31)

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرٰى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ اٰيٰتِنَا ......
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam darl Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami ….. (Q.S. 17 Al Israa' 1)

فَلَمَّا أَتَاهَا نُوْدِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الْأَيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ .....
Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu…. (Q.S. 28 Al Qashash 30)
وَهٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوْهُ وَاتَّقُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat,(Q.S. 6 Al An'aam 155)
اَللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُوْرِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌ، اَلْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ، اَلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلاَ غَرْبِيَّةٍ .....
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), …...(Q.S. 24 An Nuur 35)
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.(Q.S. 44 Ad Dukhaan 3)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرٰى اٰمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ ......
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, …..(Q.S. 7 Al A'raaf 96)

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِيْنَ كَانُواْ يُسْتَضْعَفُوْنَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِيْ بَارَكْنَا فِيْهَا ......
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya …...(Q.S. 7 Al A'raaf 137)

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِيْنَ
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (Q.S. 3 Ali 'Imran 96)

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَابِهِ جَنّٰتٍ وَّحَبَّ الْحَصِيْدِ
Dan Kami turunkan dari langit air yang diberkati lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam”. (Q.S. 50 Qaaf 9)
            Dan dari dua ayat yang terahir ini, ada kisah yang menarik yaitu : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (ulama Wahhabi kontemporer yang sangat popular), mempunyai seorang guru yang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahabi, yaitu Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di, yang dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Ia memiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanya yang berjudul, Tafsir Al-Karim Al-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, kitab tafsir setebal 5 jilid, yang mengikuti manhaj pemikiran Wahabi. Meskipun Syaikh Ibnu Sa’di, termasuk ulama Wahabi yang ekstrim, ia juga seorang ulama yang mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, dari manapun kebenaran itu datangnya.
Suatu ketika, Al-Imam Al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas Al-Maliki Al-Hasani (ayahanda Abuya Al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi Al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi Masjid Al-Haram bersama halaqah pengajiannya. Sementara di bagian lain serambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk. Sementara orang-orang di Masjidil Haram larut dalam ibadah shalat dan thawaf yang mereka lakukan.
Pada saat itu, langit di atas Masjidil Haram penuh dengan mendung yang menggelantung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atas Ka’bah mengalirkan airnya dengan derasnya. Melihat air begitu deras dari saluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orang Hijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu dan mengambil air tersebut, dan kemudian mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka, dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu. Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yang sebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut dan mengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpur kesyirikan dan menyembah selain Allah swt. Akhirnya para polisi pamong praja itu berkata kepada orang-orang Hijaz yang sedang mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Jangan kalian lakukan wahai orang-orang musyrik. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatan syirik.”
Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu pun segera berhamburan menuju halaqah Al-Imam Al-Sayyid ‘Alwi Al-Maliki Al-Hasani dan menanyakan prihal hukum mengambil berkah dari air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan dan bahkan mendorong mereka untuk melakukannya. Akhirnya untuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menuju saluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuh darinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Baduwi tersebut. Bahkan mereka berkata kepada para polisi baduwi itu, “Kami tidak akan memperhatikan teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwi berfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.” Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisi Baduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka.
Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa air hujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisi Baduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambil selendangnya dan bangkit menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi dan duduk di sebelahnya. Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi kedua ulama besar itu. Dengan penuh sopan dan tata krama layaknya seorang ulama, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air di Ka’bah itu ada berkahnya?” Sayyid ‘Alwi menjawab: “Benar, bahkan air tersebut memiliki dua berkah.” Syaikh Ibnu Sa’di berkata: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”  Sayyid ‘Alwi menjawab:
$ Karena Allah swt berfirman dalam Kitab-Nya tentang air hujan: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًاDan Kami turunkan dari langit air yang diberkati. (Q.S. 50 Qaaf 9)
$ Allah swt juga berfirman mengenai Ka’bah: إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً  Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi (Q.S. 3 Ali 'Imran 96)
Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memiliki dua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat pada Baitullah ini.”
Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagum kepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh Ibnu Sa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akan kebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi: “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimana kami bisa lalai dari kedua ayat ini.”
Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi dan meminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkata kepada Syaikh Ibnu Sa’di: “Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihat para polisi Baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin dengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itu sebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan orang dan mensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang yang seperti anda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah anda menuju saluran air di Ka’bah itu, lalu ambillah air di situ di depan para polisi Baduwi itu, sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”
Akhirnya mendengar saran Sayyidn ‘Alwi tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkit menuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia pun mengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya. Melihat tingkah laku Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun pergi meninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.
Semoga Allah SWT merahmati Sayyidina Al-Imam ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki Al-Hasani. Amin. Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat (kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau murid Sayyid ‘Alwi Al-Maliki dan termasuk salah seorang saksi mata kejadian itu. 
Syaikh Ibn Sa’di sebenarnya seorang yang sangat alim. Ia pakar dalam bidang tafsir. Apabila berbicara tafsir, ia mampu menguraikan makna dan maksud ayat Al-Qur’an dari berbagai aspeknya di luar kepala dengan bahasa yang sangat bagus dan mudah dimengerti. Akan tetapi sayang, ideologi Wahabi yang diikutinya berpengaruh terhadap paradigma pemikiran beliau. Aroma Wahabi sangat kental dengan tafsir yang ditulisnya.
Syaikh Abdur-Rahman bin Nashir bin Abdillah Alu Sa’di Tamimi Al Hambali diilahirkan di kota ‘Unaizah, Qashim sebuah daerah di Najd, Arab Saudi, pada tahun 1307 H. Beliau wafat pada waktu fajar, hari Khamis, 23 Jumadil Akhirah 1376 H. Diantara murid-murid beliau adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin; Syaikh Sulaiman bin Ibrahim Al-Bassam; Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al-Mathu’; Syaikh Abdullah bin Abdur-Rahman Al-Bassam; Syaikh Muhammad Al-Manshur Az-Zamil; Syaikh Ali bin Muhammad Az-Zamil; Syaikh Abdullah bin Abdul-Aziz bin ‘Aqil; Syaikh Abdullah Al-Muhammad Al-‘Auhali dan Syaikh Abdullah bin Hasan Alu Buraikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar