Jumat, 21 Agustus 2015

DUNIA ITU HANYA SEBATAS KEPERLUAN




Lalu, apa arti kita hidup di dunia? Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk akhi-rat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita ting-galkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu  kita  tinggalkan  dan melanjutkan perjalanan lagi. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa dunia itu bukan tujuan. Mari kita simak ayat ini :  Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan-lah kamu melupakan baha-gianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagai-mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangan-lah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguh-nya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. 28 Al Qashash 77)

      Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang harus kita kejar adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat yang lain Allah berfirman : Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguh-nya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (Q.S. 29 Al 'Ankabuut 64)

      Lalu, apa arti kita hidup di dunia? Dunia tempat kita mem-persiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggal-kan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjut-kan perjalanan lagi. Bila demi-kian tabiat dunia, mengapa kita terlalui banyak menyita hidup kita untuk keperluan dunia? Di akui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Sele-bihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar dunia. Coba kita ingat nikmat Allah yang tak terhingga, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nik-mati. Tapi kita sengaja atau tidak selalu melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima kasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanja kita dengan nikmat-nikmaNya, kita sering kali memalingkan ingatan. Akibat-nya kita pasti akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan selalu menghabiskan waktu kita. Orang-orang bijak mengatakan, bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibrat WC dan kamar mandi dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun dari penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi jika perlu, setelah itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di WC sepanjang hari, dan menjadikannya seba-gai tujuan utama dari dibangun-nya rumah itu. Begitu juga sungguh sebenarnya sangat tidak wajar bila manusia sibuk ngurus dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhi-rat dikesampingkan. Namun kini kita memang sedang berada di sebuh zaman yang terbalik. Keperluan dijadiakan tujuan dan tujuan bukan hanya dijadikan keperluan, bahkan tidak diperlukan lagi. Orang-orang yang sibuk mengurus akhirat menjadi aneh. Dan orang-orang yang sibuk mengu-rus dunia dibanggakan. Bahkan berperangpun dengan meng-hanguskan sekian jumlah manusia untuk kepentingan dunia senantiasa dilakukan. Seakan dunia segala-galanya. Keterbalikan ini juga terlihat di berbagai segi kehidupan. Laki-laki bergaya seperti wanita dan wanita bergaya seperti laki-laki. Siang di jadikan malam, dan malam dijadikan siang. Orang yang jujur dimusuhi, orang yang suka menipu dipelihara. Dari sini kerancuan definisi terjadi. Termasuk kerancuan definisi dunia dan akhirat. Kini orang-orang banyak yang tidak bangga jika anaknya rajin ke masjid, pandai mengaji, dan aktif di majlis taklim. Mereka bangga bila anaknya sekolah di Amerika, menjadi bankir dan lain sebagainya. Bahkan mere-ka merasa pesimis terhadap masa depan anaknya jika mereka mondok di sebuah pesantren atau masuk jurusan agama di universitas tertentu. Akibatnya berduyun-duyunlah mereka menuju universitas umum, dengan harapan nanti mereka akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Pada-hal semuanya itu kalau mau disadari secara mendalam, sungguh sangat tergantung kepada takdir. Ada seorang ibu dengan nada sedih dan penuh pengharapan bercerita bahwa tiga orang anaknya telah sar-jana. Satunya sarjana di bidang akuntan, lainnya, di bidang komunikasi, dan satunya lagi di bidang sosiologi. Tapi sedih-nya, kata ibu itu melanjutkan ceritanya  bahwa sampai seka-rang ketiga anak tersebut masih bingung mencari perker-jaan. Di sana-sini ribuan orang ngantri melamar kerja. Begitu panjangnya antrian itu, sampai berdesak-desakan, sikut-menyi-kut, sogok-menyogok, jilat-men-jilat dan seterusnya. Sungguh dunia memang perangkap, maka makin banyak manusia yang tertipu. “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehi-dupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara ka-mu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak,……. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Q.S. 57 Al Hadiid 20)

     Ya, sadarilah wahai sauda-raku, bahwa dunia itu hanyalah keperluan. Mengapa harus menghabiskan waktu sedemi-kian banyaknya berlebih-le-bihan mengejar keperluan, sampai harus dengan saling membunuh dan berperang? sedangkan tujuan kita lupakan. Ingatlah bahwa akhirat adalah tujuan kita yang hakiki. Jalan kita di dunia akan terbuka lempang bila kita selalu ingat tujuan hakiki kita. Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar