Rabu, 19 Agustus 2015

hati-hati terhadap pujian



Suka dipuji dan memuji diri sendiri adalah sifat tercela yang membuahkan sikap riya’. Sebenarnya yang layak dan berhak dipuji hanyalah Allah. Inilah maksud dalam surat Al-Fatihah: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, (Q.S. 1 Al Faatihah 2)
      Segala yang kita kagumi dan takjub semuanya adalah rekaan Allah Yang Maha Bijaksana termasuk diri dan segala keahlian serta kebolehan yang ada pada diri kita.
       Memuji Allah dengan lafaz ‘Alhamdulillah’ mengandung pe-mahaman akan Kebesaran, Ke-agungan, Kesempurnaan Dzat dan Sifat-Nya. Di samping itu,  juga mengandung pengertian rasa syukur, tulus ikhlas di atas segala nikmat-Nya yang tidak terkira banyaknya. 
        Memuji Allah adalah satu ibadat dan Allah sangat suka kepada hamba yang memuji-Nya. Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ber-sabda : 
“Zikir yang paling afdal ialah ‘Lailaha illallah’ dan doa yang paling afdal ialah ‘alham-dulillah’.” (H.R. at-Tirmizi) 
       Anas bin Malik meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda  : 
“Di kala Allah menganugerahkan satu nikmat kepada seseorang hamba, lantas hamba itu menerimanya dengan ucapan ‘alhamdulillah’ maka ‘alhamdu-lillah’ yang diucapkan itu lebih baik daripada nikmat yang diterimanya.” (H.R.  Ibnu Majah) 
     Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda  :“Apabila seseorang hamba ber-kata, “Wahai Tuhanku, untuk-Mu saja segala pujian yang selayaknya dengan Ke-Agungan Wajah-Mu dan Kebesaran kekuasaan-Mu, dua malaikat terpana, tidak tahu apa yang hendak dicatatkan. Lalu kedua-nya segera menghadap Allah dan berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya seorang hamba-Mu mengungkap satu ucapan yang kami tidak mengetahui bagaimana menulis pahalanya. Allah bertanya apakah ungkapan itu sedangkan Dia sudah mengetahuinya. Maka malaikat itu menyebut ungkapan yang didengarnya. Allah berfirman kepada kedua-nya: Kalian berdua tulislah apa yang diucapkan oleh hamba-Ku itu. Apabila tiba waktu dia kembali menemui-Ku nanti Aku akan memberinya ganjaran yang sesuai dengan ucapannya itu.” (H.R. Ibnu Majah) 
  Diriwayatkan, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki me-muji seorang lelaki lain, lantas Baginda SAW bersabda : 
“Celaka kamu! Sesungguhnya kamu sudah memotong leher temanmu”  Kemudian Baginda SAW menambah: “Sekiranya seseorang dari kamu tidak dapat mengelak dari memuji temannya maka hendaklah dia berkata, saya menduganya demikian, jangan sekali-kali dia menyu-cikan seseorang melebihi Allah.” (H.R.Bukhari dan Muslim) 
     Muawiyah berkata bahwa Rasulullah SAW jarang sekali meninggalkan pesan ini di dalam khutbah Jum`atnya: 
“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan untuknya, diberinya kefahaman yang mendalam mengenai agama. Sesungguhnya harta itu manis lagi menawan. Siapa yang mengambilnya dengan cara yang benar, diberkati dia. Waspadalah kamu dari perangai puji memuji. Sesungguhnya pujian itu adalah sembelihan.” (H.R.  Ahmad) 
      Namun kita perlu membedakan antara memuji (ada udang di balik batu) dengan memberikan pengakuan dan penghargaan. Memberikan pengakuan dan penghargaan sangat dianjurkan, dengan tujuan meluaskan silaturahmi dan mempererat ikatan kasih sayang. Niat itu perlu  dijaga sepanjang waktu. 
     Kita juga dilarang memuji diri sendiri dan menyebut kebaikan diri. Firman Allah : … maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (Q.S. 53 An Najm 32)
      Dan juga dalam firman-Nya : “Apakah kamu tidak mem-perhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah member-sihkan siapa yang dikehen-daki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (Q.S. 4 An Nisaa' 49)
     Menurut al-Hasan dan Qata-dah, ayat ini mengenai Yahudi dan Nasrani yang mendakwa mereka adalah anak Allah dan kekasih-Nya. Mereka juga berkata: 
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mere-ka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika ka-mu adalah orang yang be-nar". (Q.S. 2 Al Baqarah 111)
       Al-Miqdad bin al-Aswad ber-kata Rasulullah SAW meme-rintahkan kami supaya menabur pasir ke muka orang yang suka memuji diri. (H.R. Muslim) 
      Terkesan dengan pendidikan al-Quran dan Sunnah Rasu-lullah SAW, Sahabat Umar bin al-Khattab pernah berkata: 
  “Sesungguhnya perkara yang paling aku takuti menimpa kamu ialah kagum kepada buah fikiran dan diri sendiri. Siapa yang mendakwa dia orang yang beriman, maka sebenarnya dia kafir. Dan siapa yang mengaku dia orang yang berilmu, maka sebenarnya dia bodohl. Dan siapa yang mengaku dia ahli syurga, maka sebenarnya dia ahli neraka.”(H.R. Ibnu Murdawaih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar